MASA kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Boediono masih berjalan hingga empat tahun ke depan. Kedua pemimpin yang diamatkan rakyat ini masih dituntut merealisasikan janji seperti dilontarkan kala pemilihan umum (pemilu).
Idealnya, semua pihak baik dari lingkungan elit politik maupun seluruh bangsa ini terus mencermati kinerja SBY-Boediono. Mereka terus memberikan masukan atau solusi untuk menyelesaikan berbagai masalah. Seperti kasus pengemplang pajak dan korupsi yang sepertinya sudah menjadi tren di Indonesia.
Kemudian mengingatkan bila kedua pemimpin Tanah Air tersebut lalai. Dan tentu harus mengakui bila ada program yang rampung sesuai amanat undang-undang (UU). Sehingga roda pemerintahan di negeri ini berjalan dengan baik.
Harapan tinggal harapan. Di saat duet pemimpin tersebut menuntaskan setumpuk persoalan, pemimpin lainnya saling sikut untuk menjadi pemimpin di Bumi Pertiwi ini. Padahal pemilihan pemimpin berikutnya baru akan digelar 2014. Perilaku para elit politik tersebut justru menimbulkan tanda tanya besar.
Lihat saja Aburizal Bakrie, Hatta Radjasa, Sri Mulyani, Rizal Ramli, yang diklaim bakal maju pada Pemilu 2014. Ini baru babak pra-kualifikasi. Jumlah tokoh yang menyatakan siap memimpin Indonesia pasti akan bertambah.
Sederet tokoh pilitik yang berpeluang mencalonkan diri menjadi RI 1 adalah Prabowo Subianto Djojohadikusumo, Megawati Soekarnoputri, dan Sri Sultan Hamengkubuwono X. Bukan tidak mungkin mereka akan bersaing dengan tokoh muda seperti Anas Urbaningrum. Terpenting mereka harusnya sadar apa itu pemimpin, bukan sekadar mengejar kekuasaan.
Mari telaah sabda Rasullullah, "janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya". Hadist ini merupakan riwayat Bukhari dan Muslim.
Sekarang tinggal dinilai mana elit politik yang berambisi menjadi pemimpin dan mana yang benar-benar mampu mengemban amanat rakyat. Bila sekadar ingin mewujudkan ambisi atau mengamankan berbagai proyek, abaikan saja elit politik seperti itu.
Ini baru satu syarat. Para individu yang ingin menjadi presiden tentunya harus memiliki niat yang lurus, berpegang pada hukum, memutuskan perkara dengan adil, tidak menutup diri saat dibutuhkan rakyat, menasehati rakyat dan tidak menerima hadiah selama menjalani masa jabatannya.
Pemimpin ideal juga harus bersikap lemah lembut, namun tegas dalam menyesaikan setiap masalah. Kemudian tidak melahirkan keraguan kepada masyarakat. Intinya tidak dibutuhkan pemimpin arogan di negeri ini.
Sungguh arif bila para elit politik negeri ini berkaca sebelum memutuskan layak atau tidak mencalonkan diri sebegai pemimpin. Sangat bijak bila mereka urung menjadi RI 1, lantaran sadar ingin memimpin karena semata-mata memenuhi ambisi atau target pribadi.
Dari pemimpinan yang amanah, bakal lahir kesejahteraan dan keadilan di negeri ini. Bila pemimpin yang dipilih tidak memiliki keriteria di atas, kehancuran bangsa ini tinggal menunggu waktu.
Agar bangsa ini bisa terus maju, mari kita minta para elit politik yang akan mencalonkan diri untuk berpikir dan mengevaluasi tentang dirinya sendiri. Bila hati kecilnya mengatakan jangan, maka batalkan untuk menjadi pemimpin. Jangan sampai bangsa menjadi korban, hanya karena ambisi satu individu yang tidak amanah.
Saturday, 30 October 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment